Evolusi Mobil Swakemudi dan Masa Depan Berkendara

Dipublikasikan

02 Mei 2025

Penulis

Dwi Lukita

Karya/Siklus

Edisi 02

Evolusi Mobil Swakemudi dan Masa Depan Berkendara

Menelusuri histori dan masa depan mobil swakemudi yang bukan lagi bagian dari plot film fiksi semata.

icon-share

Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.

Bagi mereka yang tumbuh besar di era ‘80-an atau ‘90-an, membayangkan robot dan kendaraan otomatis biasanya hanya akan mengundang senyum simpul.

Wajar saja, di masa itu mobil swakemudi masih sebatas fantasi bak film fiksi—masih ingat film Total Recall (1990) atau serial televisi Knight Rider (1982) setiap Jumat malam?

Faktanya hari ini, memesan tumpangan bisa dilakukan hanya dengan jempol dan teknologi AI makin rajin menyapa di hampir setiap aspek kehidupan.

Karenanya, gagasan tentang mobil tanpa pengemudi tak lagi terdengar seperti khayalan—seakan hanya menunggu lampu hijau dari regulasi dan kesiapan infrastruktur.

Namun sebelum Google atau Tesla berseliweran di dunia, benih pemikiran tentang otomatisasi mekanis sudah timbul jauh lebih awal.

Bahkan sejak abad ke-15, Leonardo da Vinci telah bereksperimen dengan ide tersebut lewat rancangan robot berbentuk ksatria dan kereta dorong yang bisa bergerak sendiri.

Ia berpandangan bahwa mesin-mesin tersebut akan menciptakan efisiensi yang lebih tinggi ketimbang tenaga kerja manual.

Gagasan yang saat itu mungkin terdengar seperti sihir, kini justru jadi pijakan berinovasi di tengah dunia yang kian dinamis.

Meski begitu, menerjemahkan ide otomatisasi ke dalam sistem transportasi bukan perkara semudah mengganti roda. Tantangan teknis, sosial, hingga etis membuat prosesnya jauh dari instan.

Itulah mengapa butuh waktu hingga tahun 1925 bagi dunia untuk menyaksikan eksperimen nyata pertama. Ialah sebuah mobil bernama American Wonder buatan Houdina Radio Control.

Mobil ini bisa dikendalikan dari jarak jauh menggunakan gelombang radio. Meski inovasi ini pada akhirnya terbukti belum efektif, ia berhasil membuka jalan menuju masa depan di mana kendaraan bisa melaju tanpa tangan di setir.


EKSPERIMEN DAN TITIK BALIK

The American Wonder”, mobil besutan Houdina Radio Control yang mengawali perjalanan panjang kendaraan tanpa pengemudi (dok. Motorbiscuit)
The American Wonder”, mobil besutan Houdina Radio Control yang mengawali perjalanan panjang kendaraan tanpa pengemudi (dok. Motorbiscuit)

Sekitar satu dekade kemudian, impian mobil swakemudi mulai digarap dengan serius. General Motors menjadi salah satu pionir paling vokal.

Perannya meliputi menjadi sponsor prototipe karya Norman Bel Geddes dalam pameran Futurama (1939), hingga bekerja sama dengan RCA Labs untuk mengembangkan sistem kemudi otomatis.

Teknologi ini menggunakan kabel berpola yang ditanam di jalanan Nebraska pada era 1950-an. Pada tahun 1977, Laboratorium Teknik Mesin Tsukuba di Jepang mulai menguji kendaraan yang mampu membaca marka jalan secara otomatis di sirkuit khusus.

Sementara itu, di Eropa, proyek Prometheus yang dikembangkan oleh EUREKA menjadi tonggak penting dalam riset serupa pada era ‘80-an.

Kemudian, pada tahun 1995, NavLab 5, mobil semi-otonom hasil penelitian The Robotics Institute di Universitas Carnegie Mellon, mencatatkan sejarah dengan menempuh perjalanan 5.000 km dari Pittsburgh ke San Diego, di mana 98% perjalanan tersebut dilakukan tanpa campur tangan manusia.

Beragam pencapaian di atas menunjukkan kemajuan yang berarti, namun jika dilihat secara keseluruhan, semuanya masih seperti kepingan puzzle yang belum lengkap. Satu potongan menunjukkan kemungkinan, potongan lain menyimpan potensi.

Tetapi belum ada yang benar-benar berhasil menyatukannya. Meski begitu, pergerakannya mulai menarik perhatian banyak pihak secara perlahan tapi pasti. Tak hanya dari industri otomotif, tetapi juga lembaga riset, pemerintah, hingga raksasa teknologi. Momentum itu benar-benar memuncak pada awal era milenium.

Tahun 2004 menjadi titik balik penting ketika DARPA, lembaga riset militer terkemuka milik Departemen Pertahanan Amerika Serikat, menggelar kompetisi akbar bernama DARPA Grand Challenge.

Tujuannya satu: menjembatani antara riset akademik dan penggunaan militer dalam bentuk kendaraan swakemudi. Setelah eksperimen perdana gagal—tidak satu pun kendaraan berhasil menyelesaikan tantangan—kompetisi edisi 2005 memberikan hasil yang lebih menjanjikan. Pemenangnya adalah tim dari Universitas Stanford, yang dipimpin oleh peneliti visioner bernama Sebastian Thrun.

Tak lama berselang, Sebastian bergabung dengan Google, dan membantu merancang sistem peta dan navigasi yang kini kita kenal sebagai Google Street View. Proyek ini menjadi awal pengembangan mobil swakemudi Google, yang kemudian dikenal sebagai Waymo (sekarang berada di bawah Alphabet setelah restrukturi-sasi Google pada 2015).

Di sinilah potongan-potongan tadi mulai menyatu, membentuk gambaran utuh dari kolaborasi dunia otomotif dan teknologi.


KEAMANAN DAN REGULASI MENATAP MASA DEPAN

Seperti kebanyakan temuan lainnya, ia sering kali tidak datang sendirian. Ada resistensi dan perdebatan yang menumpang di jok belakang. Setelah proyek mobil swakemudi Google diumumkan ke publik, geliat pengembangan teknologi serupa pun kian masif.

Salah satu yang paling lantang adalah Tesla, yang pada 2014 memperkenalkan fitur “Autopilot”, sebuah sistem mengemudi semi-otonom yang diklaim memungkinkan mobil berpindah jalur, menyesuaikan kecepatan, hingga parkir sendiri.

Sayangnya, peluncuran ini langsung memicu kontroversi. Banyak pihak menilai Tesla terlalu menjual mimpi, padahal sistemnya masih membutuhkan pengawasan penuh dari pengemudi yang siap mengambil alih kapan saja. Ketegangan ini memuncak setelah sejumlah kecelakaan fatal terjadi.

Situasi semakin pelik usai insiden tragis pada Maret 2018 di Tempe, Arizona. Sebuah mobil uji milik Uber, berbasis Volvo XC90, menabrak seorang pejalan kaki bernama Elaine Herzberg. Padahal, mobil itu seharusnya mampu mendeteksi kehadirannya, namun sistem gagal mengidentifikasi Elaine sebagai ancaman yang perlu dihindari.

Serangkaian insiden tadi tentu menimbulkan banyak pertanyaan, bukan hanya dari sisi teknis, tapi juga moral, hukum, dan privasi. Misalnya, jika mobil swakemudi mengalami kecelakaan, siapa yang harus bertanggung jawab?

Bagaimana kendaraan tanpa pengemudi merespon situasi tak terduga, seperti pengendara motor yang menyalip dari kiri? Isu pun melebar ke ranah privasi. Dengan kemampuannya merekam data terus-menerus, di mana batas antara kenyamanan dan pengawasan?


MENATAP MASA DEPAN

Pada akhirnya, potensi mobil swakemudi menghadirkan serangkaian imajinasi futuristik yang sulit dibendung. Bayangkan jalanan yang lebih tertib dan bersih dari suara klakson, serta bebas drama parkir paralel.

Mobil swakemudi dapat mengantar penumpang, mengirim paket, lalu kembali beroperasi tanpa harus menganggur di tempat parkir. Tekanan untuk memiliki mobil pribadi pun bisa perlahan memudar. Karena kendaraan di masa depan tak lagi dianggap sebagai objek kepemilikan, melainkan layanan yang dapat diakses sesuai kebutuhan.

Meski sering menuai kontroversi, Tesla dengan fitur semi-otonom Autopilot memperluas kesadaran masyarakat akan teknologi kendaraan tanpa pengemudi (dok. Tesla)
Meski sering menuai kontroversi, Tesla dengan fitur semi-otonom Autopilot memperluas kesadaran masyarakat akan teknologi kendaraan tanpa pengemudi (dok. Tesla)

Seiring kemajuan teknologi, berbagai negara mulai menyesuaikan ritme. Jerman, Jepang, dan Tiongkok semakin mempercepat legislasi dan membenahi infrastruktur guna mengakomodasi kehadiran swakemudi. Beberapa kota bahkan telah menetapkan zona eksklusif tersendiri.

Sementara itu, di Indonesia, uji coba terbatas mulai dilakukan di kawasan teknologi seperti Bumi Serpong Damai. Tampaknya, inilah awal dari cara baru kita memahami ruang, waktu, dan relasi manusia dengan mesin.


1920-1950

Houdina Radio Control meluncurkan American Wonder, mobil yang bisa dikendalikan lewat gelombang radio. General Motors mensponsori prototipe rancangan Norman Bel Geddes dalam pameran Futurama (1939), serta membantu RCA Labs mengembangkan sistem pengendalian otomatis berbasis kabel berpola yang ditanam di jalanan Nebraska.


1980-1990

Peneliti asal Jerman, Ernst Dickmann

Peneliti asal Jerman, Ernst Dickmanns, bersama timnya di Universitas Bundeswehr berhasil menciptakan van dengan sistem robotik yang mampu mencapai kecepatan 95,9 km/jam di jalan tanpa lalu lintas. EUREKA memperkenalkan Proyek Prometheus yang berperan penting dalam mengembangkan kendaraan tanpa pengemudi. (dok. MDPI)


1990-2000

Pada tahun 1995, NavLab 5, mobil semi-otonom yang merupakan proyek dari hasil penelitian The Robotics Institute di Universitas Carnegie Mellon, menorehkan sejarah dengan menempuh per-jalanan 5.000 km dari Pittsburgh ke San Diego, di mana 98% perjalanannya dilakukan tanpa campur tangan manusia. (dok. Navlab)

Pada tahun 1995, NavLab 5, mobil semi-otonom yang merupakan proyek dari hasil penelitian The Robotics Institute di Universitas Carnegie Mellon, menorehkan sejarah dengan menempuh per-jalanan 5.000 km dari Pittsburgh ke San Diego, di mana 98% perjalanannya dilakukan tanpa campur tangan manusia. (dok. Navlab)


2000-2010

DARPA Grand Challenge edisi 2005 dimenangkan tim dari Universitas Stanford, yang dipimpin oleh peneliti visioner bernama Sebastian Thrun. Ia lalu bergabung dengan Google dan turut mengembangkan Google Street View yang menjadi cikal bakal Waymo. (dok. IEEE Spectrum)

DARPA Grand Challenge edisi 2005 dimenangkan tim dari Universitas Stanford, yang dipimpin oleh peneliti visioner bernama Sebastian Thrun. Ia lalu bergabung dengan Google dan turut mengembangkan Google Street View yang menjadi cikal bakal Waymo. (dok. IEEE Spectrum)


2010-2020

Proyek Waymo resmi diumumkan ke publik dengan teknologi LIDAR, radar, dan pembelajaran mesin. Di sisi lain, Tesla meluncurkan Autopilot, yang kian mengangkat popularitas mobil swakemudi di masyarakat luas meski masih semi-otonom. Namun, ide kendaraan tanpa pengemudi mengalami tantangan karena terjadinya kecelakaan mobil uji milik Uber, yang berbasis Volvo XC90, dan merenggut nyawa pejalan kaki. (dok. Waymo)

Proyek Waymo resmi diumumkan ke publik dengan teknologi LIDAR, radar, dan pembelajaran mesin. Di sisi lain, Tesla meluncurkan Autopilot, yang kian mengangkat popularitas mobil swakemudi di masyarakat luas meski masih semi-otonom.

Namun, ide kendaraan tanpa pengemudi mengalami tantangan karena terjadinya kecelakaan mobil uji milik Uber, yang berbasis Volvo XC90, dan merenggut nyawa pejalan kaki. (dok. Waymo)


2020-2025

Pengembangan kendaraan tanpa pengemudi semakin ekstensif. Negara seperti Jerman, Jepang, dan Tiongkok semakin mempercepat langkah legislasi dan membenahi infrastruktur demi mengakomodasi kehadiran mobil swakemudi.