Dipublikasikan

04 Desember 2024

Penulis

Arinta Wirasto

Fotografi

Dok. Pribadi Tom Tandio

PERSONA/KOLEKTOR

Edisi 01

Tom Tandio: Makna di Balik Koleksi Karya Seninya

Perspektif mendalam yang dibagikan oleh Tom tentang lima buah karya seni yang dikoleksi oleh Tom Tandio

icon

Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.

Sebuah kunjungan ke galeri di tahun 2007 menandai cikal bakal keterlibatan Tom Tandio dalam dunia seni. Mulai dari menjadi Direktur Pameran di perhelatan Art Jakarta, membina komunitas lewat Art Jakarta Young Gallerist Organisation (YGO), mendirikan platform IndoArtNow, hingga berkontribusi untuk pusat seni Jakarta Art Hub.

Dari semua kontribusinya, menjadi kolektor seni adalah cara Tom yang paling personal untuk mengapresiasi cerita dan sosok jenius di balik setiap kanvas. Lebih dari sebuah investasi, Tom memiliki pendekatan lain untuk mengapresiasi karya seni. Ia mendasari setiap pembelian pada makna yang beresonansi dengannya, sekaligus koneksi personal dengan karya tersebut.

Hal ini dilakukan lewat diskusi dengan setiap seniman untuk memahami visi di balik karya yang diciptakan. Tom percaya bahwa seni adalah sesuatu yang subjektif, sehingga konsep tren tak selalu berdampak besar pada pengambilan keputusan.

Meski mengoleksi seni merupakan sesuatu yang personal, riwayat kepemilikan dan autentisitias sebuah karya seni sangatlah penting menurut Tom. Bukan hanya soal menjaga nilainya, kedua hal tersebut wajib diketahui untuk memastikan keaslian, membangun kepercayaan di antara sesama kolektor, galeri, dan museum.

Selain itu, riwayat kepemilikan juga memberikan konteks hisori yang dapat memperkaya apresiasi dan signifikansi karya tersebut di dalam komunitas seni. Sebagaimana proses pembelian yang cermat, Tom memastikan bahwa seluruh koleksinya terpelihara dengan baik.

Lewat Art Jakarta Gallerist Organisation, Tom aktif menciptakan peluang untuk para antusias seni muda (dok. Art Jakarta)
Lewat Art Jakarta Gallerist Organisation, Tom aktif menciptakan peluang untuk para antusias seni muda (dok. Art Jakarta)

“Untuk merawat koleksi seni di iklim tropis Indonesia saya mengatur tingkat kelembapan area penyimpanan, menggunakan kaca pelindung UV guna mencegah dampak langsung sinar matahari, melakukan inspeksi berkala yang membantu mengidentifikasi tanda-tanda kerusakan sejak dini, dan berinvestasi dalam layanan konservasi profesional untuk memastikan keapikan kondisi karya seiring waktu berdasarkan praktik,” ungkap Tom.

Kehadiran para kolektor seni seperti Tom memiliki dampak signifikan terhadap karier para seniman pendatang baru. Tak hanya memberikan dukungan finansial, tetapi juga validasi yang menjadi motivasi bagi sang seniman.

Biasanya, para kolektor juga berbagi koleksi mereka ke kolektor lainnya yang kemudian membantu sang seniman menjangkau audiens semakin luas. Setelah memamerkan koleksinya di Song Eun Art Space Seoul, pada tahun 2016, Tom berharap dapat menampilkan deretan koleksi karya seninya dalam rentang satu dekade ke depan, sebagai momen refleksi mengenai pengembangan dan per-tumbuhannya dari tahun ke tahun.

Selama menunggu, KINTAKA berkesempatan untuk mendengar perspektif mendalam yang dibagikan oleh Tom secara personal tentang lima buah karya seni yang dikoleksinya.

Usacchi with A Crow Crying (2019) — Atsushi Kaga

Usacchi with A Crow Crying (2019) — Atsushi Kaga

“Karya ini mengeksplorasi kepiluan dan beban emosional dalam kehidupan. Atsushi menampilkan adegan dengan objek-objek yang tersebar di meja, masing-masing melambangkan langkah-langkah yang harus diambil seseorang dalam hidupnya. Jantung lukisan ini terletak pada Usacchi—karakter kelinci—yang memeluk seekor burung gagak, hewan yang sering diasosiasikan dengan melankolia dan kesedihan. Karya ini beresonansi dengan saya karena beban emosional yang sering saya rasakan dalam mengambil keputusan, terutama jika keputusan tersebut berujung pada situasi tak terduga.

Kartu poker yang ditumpuk membentuk segitiga memperkuat narasi lukisan, bahwa risiko dan ketidakpastian selalu mengiringi proses pengambilan keputusan. Setiap kartu menggambarkan pertaruhan dan lompatan ke dalam ketidakpastian yang hasilnya tak bisa dijamin. Keahlian Atsushi menggabungkan humor dan melankolia berhasil menggambarkan kompleksitas emosi ini, membuat karya ini mudah dipahami dan memantik opini.

Melalui ekspresi Usacchi yang lembut namun muram, seniman mengundang audiens untuk merenungkan kehidupan, langkah-langkah yang telah diambil, dan kedalaman emosi yang dihadapi. Perpaduan karakter menggemaskan dengan tema mendalam menciptakan gagasan visual yang kuat tentang kondisi manusia yang terus bergema bagi saya.”

C.C. Records (2013) — Duto Hardono

C.C. Records (2013) — Duto Hardono

“C.C. Records (2013) karya Duto Hardono adalah interpretasi menarik tentang keterhubungan kultur yang dieksplorasi melalui medium suara. Karya ini menyertakan beberapa paruhan album Long Play (LP) dari berbagai genre musik, kultur, dan bahasa. Masing-masing album menawarkan fragmen unik dalam keseluruhan komposisi. Audiens diajak untuk berinteraksi dengan menciptakan pengalaman auditori tersendiri: merangkai alunan musik dari dua LP yang berbeda. Menariknya, melodi yang dirangkai tidak harus bersinambungan untuk membentuk lantunan harmonis.

Elemen interaktif ini begitu membuai saya berkat konsep keberagaman dan keterhubungan yang ditawarkan. Duto berhasil mengilustrasikan bagaimana individu dari berbagai disiplin dan kultur dapat bersatu dengan selaras meskipun berbeda. Rangkaian LP ini bukan hanya menyimbolkan tradisi musik yang beragam, tetapi juga mencerminkan jalinan dinamis yang menunjukkan kompleksitas interaksi global. Aktivitas memainkan musik ini secara bersamaan atau berurutan mendorong refleksi tentang bagaimana budaya saling berputar dan mempengaruhi satu sama lain, akhirnya terjalin dengan cara yang memperkaya pengalaman kolektif manusia.

Kreasi inovatif Duto dalam suara dan media mentransformasi perspektif terhadap kenikmatan auditori, mendorong pemahaman tentang bagaimana ritme dan melodi dapat menjembatani perbedaan. C.C. Records adalah pengingat akan keindahan yang muncul saat berbagai suara bersatu untuk menciptakan sesuatu yang baru dan harmonis.”

The Forest in the Past (2019) — Hyunsun Jeon

“The Forest in the Past (2019) karya HyunSun Jeon beresonansi dengan kepercayaan saya tentang koneksi antara makhluk hidup dan energi Semesta. Karya ini menggambarkan hutan dengan nuansa fantasi yang menimbulkan rasa nostalgia, berfungsi sebagai pengingat sendu akan masa lalu dalam kehidupan manusia dan konteks lingkungan.

The Forest in the Past (2019) — Hyunsun Jeon

Saya terpikat oleh elemen geometris yang disuntikkan HyunSun ke dalam lukisan ini. Siluet-siluet tersebut melambangkan konsep waktu dan mengingatkan bahwa alam pun tunduk pada kekuatan serupa yang mengatur kehidupan manusia. Jukstaposisi ini mengundang audiens untuk merenungkan keharmonisan antara alam dan intervensi manusia, serta dampaknya terhadap lingkungan. The Forest in the Past mendorong saya untuk berintrospeksi tentang peran saya di semesta, cara bertukar energi, serta kenangan yang melintasi waktu dan ruang. Sang seniman berhasil menggambarkan kesinambungan hidup, di mana setiap momen menjadi bagian dari eksistensi agung.

Karya ini juga menjadi sarana meditasi tentang koneksi kuat yang mengikat kita dengan alam dan sesama, serta kesadaran penuh akan dampak tindakan kita terhadap dunia sekitar.”

Pijak (2018) — Gabriel Aries Setiadi

Pijak (2018) — Gabriel Aries Setiadi

“Karya ini beresonansi dengan saya melalui kontras elegan antara marmer, polyresin, dan kertas akrilik, menggambarkan hubungan antara alam dan ciptaan manusia. Dengan menyatukan elemen-elemen yang berbeda, Pijak (2018) menciptakan sebuah karya yang mencerminkan keharmonisan yang diinginkan dalam hidup.

Marmer—yang bersifat permanen dan tak lekang waktu—berpadu indah dengan polyresin sintetis dan kertas akrilik, mencerminkan inovasi serta intervensi manusia. Keahlian Gabriel dalam mengolah material ini menggambarkan interaksi kompleks antara unsur organik dan buatan manusia. Kekuatan-kekuatan ini tak perlu bertentangan, melainkan saling melengkapi. Keharmonisan ini menjadi inti dari Pijak, yang mengundang kontemplasi tentang interaksi kita dengan lingkungan dan dampak tindakan kita.

Pijak berfungsi sebagai pengingat untuk menghargai keseimbangan rapuh antara alam dan manusia. Seperti beragam material yang bersatu menjadi keindahan, manusia pun dapat menemukan keharmonisan dengan merangkul konsep keterhubungan semesta. Karya ini adalah refleksi tentang keseimbangan dan dialog abadi antara alam dan kemanusiaan.”

At the Ngurah Rai Airport (2023) — Wimo Ambala Bayang

At the Ngurah Rai Airport (2023)— Wimo Ambala Bayang

“At the Ngurah Rai Airport (2023) karya Wimo Ambala Bayang menginterpretasikan konstruksi sosial yang membatasi pergerakan makhluk hidup, bahkan yang paling abstrak. Karya ini menampilkan seekor kuda berwarna seperti unicorn—simbol kebebasan dan keunikan—namun terjebak di ujung garbarata dan tak bisa bergerak bebas. Kontras antara penampilan mencolok kuda dan posisinya yang terbatas menggambarkan paradoks antara identitas dan tuntutan sosial. Karya ini relevan dengan konsep bahwa meskipun identitas seseorang kuat, lingkungan sekitar tetap berpengaruh besar dalam membatasi potensi kita.

Kontras antara penampilan mencolok kuda dan posisinya yang terbatas menggambarkan paradoks antara identitas dan tuntutan sosial. Karya ini relevan dengan konsep bahwa meskipun identitas seseorang kuat, lingkungan sekitar tetap berpengaruh besar dalam membatasi potensi kita.

Garbarata menjadi simbol transisi dan peralihan, yang secara paradoks mencerminkan bagaimana struktur sosial dapat mengekang aspek paling unik dari diri manusia. Warna vibran pada kuda menandakan individualitas dan potensi dalam diri setiap orang, sementara keterbatasannya menggambarkan kenyataan bahwa tanpa lingkungan yang tepat, potensi tidak akan terwujud.

At the Ngurah Rai Airport (2023) mengundang audiens untuk merenung tentang batasan yang bisa mendukung eksplorasi diri atau justru menyembunyikan jati diri. Lukisan ini memicu diskusi tentang pentingnya menciptakan ruang di mana identitas seseorang dapat berkembang dengan baik.”

3 SARAN UNTUK KOLEKTOR PEMULA

Pahami Para Seniman
Luangkan waktu untuk mempelajari pesan di balik karya setiap seniman. Alangkah penting untuk mengapresiasi sebuah karya seni dari makna dan emosi yang ditimbulkan, alih-alih investasi semata.

Bangun Hubungan Baik
Terlibat dengan para seniman dan kurator sungguh krusial untuk mendapatkan wawasan mendalam terkait proses kreatif dan narasi di balik karya seni mereka. Ini juga membantu Anda untuk membuat keputusan bijak sebelum membeli.

Ciptakan Preferensi Sendiri
Kembangkan koleksi yang beresonansi dengan Anda secara personal. Biarkan hasrat dan minat Anda memandu Anda dalam proses mengoleksi karya seni.

advertisement