Dipublikasikan
04 Desember 2024
Penulis
Arinta Wirasto
Fotografi
Auryn Gautama/DERAI,
Dok. Hauwke Setjodiningrat
PERSONA/SUDUT PANDANG
Edisi 01
Restorasi dan Ekspedisi di Dunia Otomotif Klasik
Pemilik mobil klasik dan ahli restorasi yang dihormati, Hauwke Setjodiningrat, berbagi kisah seputar penjelajahan darat yang dilakukannya sejak tahun 2014.
Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.
Hartawan Setjodiningrat bukanlah nama asing dalam pemberitaan seputar mobil klasik. Pria paruh baya yang akrab dipanggil Hauwke ini telah menjadi narasumber kawakan untuk berbagai artikel koran dan majalah, bahkan siaran televisi maupun media sosial dalam dan luar negeri. Semua publikasi tersebut terdokumentasi dengan apik di dalam bingkai-bingkai yang dipajang rapi di dinding Hauwke’s Auto Gallery di Kemang, Jakarta.
Galeri berdesain interior unik—terdiri dari kawasan serupa bengkel, pom bensin kuno, serta rumah makan dan bar bergaya khas era ‘50-an—tersebut menjadi rumah bagi sebagian besar koleksi Hauwke yang pernah mencapai 200 mobil namun kini telah dikurasi menjadi 70 mobil agar dapat terpelihara dengan baik.
Mulai dari mobil Lorrain Detricth rilisan tahun 1908, hingga mobil kepresidenan Chrysler Imperial bekas Bung Karno menjadi sorotan dalam berbagai pemberitaan mengenai dirinya. Bila kebanyakan narasi menyebutkan tahun 1979 sebagai awal mula dari kecintaan Hauwke terhadap mobil klasik, sesungguhnya ketertarikan beliau telah tumbuh jauh lebih awal.
Lahir di Temanggung, Jawa Tengah, Hauwke dibesarkan dalam kesederhanaan meskipun ayahnya seorang pengusaha. Keterbatasan di tempat tinggalnya membuat Hauwke sering berkendara ke kota besar bersama sang ayah untuk membeli perlengkapan sekolah, pakaian, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dari sinilah Hauwke mulai akrab dengan aktivitas berkendara.
Meski sang ayah tidak memiliki ketertarikan khusus terhadap otomotif, beliau senantiasa memberikan banyak pertanyaan dan informasi teknis seperti meminta Hauwke kecil untuk menghitung jarak tempuh, membaca rambu lalu lintas, hingga menyampaikan tip menyalip mobil untuk memastikannya tetap terjaga selama perjalanan.
Beranjak remaja, Hauwke melanjutkan sekolah di Semarang yang kian meningkatkan intensitasnya dalam berkendara. Ketika menginjak usia 18 tahun, Hauwke diberikan mobil oleh sang ayah yang kemudian mengawali eksplorasinya terhadap mesin. Ia memodifikasi mobilnya sedemikian rupa agar dapat melaju lebih kencang dibandingkan mobil teman-temannya kala itu.
Dari situlah muncul cita-cita Hauwke untuk dapat membangun mobilnya sendiri. Untuk mewujudkannya, ia mempelajari Teknik Mesin di perguruan tinggi Australia sembari kursus Teknik Otomotif. Walaupun hingga kini Hauwke belum mencapai impiannya untuk mengkreasikan mobilnya sendiri, ia telah berhasil mendirikan manufaktur Dasa Windu Agung, yang memproduksi dan menyuplai komponen mobil.
Di sisi lain, Hauwke kian dikenal bukan hanya sebagai pemilik banyak mobil klasik, tetapi juga sebagai ahli restorasi yang dihormati di komunitasnya. Sejak tahun 2014, Hauwke mengemban misi baru bersama mobil klasiknya, yaitu menjelajahi dunia melalui perjalanan darat. Kepada KINTAKA, pria berusia 69 tahun ini berbagi wawasan dan inspirasinya, membuktikan bahwa kecintaan pada mobil klasik bisa menjadi jembatan untuk kenangan masa lalu dan membuka jalan menuju petualangan baru yang tak terlupakan.
Apa saja pertimbangan Anda dalam mengadopsi sebuah mobil? Adakah jenama atau preferensi tertentu saat mengadopsi mobil?
HS: Saya hampir tidak pernah jual-beli mobil. Sesama pemilik mobil klasik, biasanya kami melakukan barter. Selain itu, kami lebih suka menyebutkan sebagai proses adopsi agar kapan pun masih bisa kami tengok. Perlu diketahui bahwa pembelian mobil baru hampir selalu diiringi dengan depresiasi, sedangkan mobil klasik itu apresiasi apalagi setelah direstorasi.
Nah, kita harus pandai-pandai mengukur kemungkinan restorasinya bisa seberapa banyak. Kemudian, terdapat beberapa nilai tambah yang penting untuk kita ketahui, seperti besaran jarak tempuh yang masih kecil yang tentunya semakin kecil maka semakin baik, sejarah menarik di balik mobil tersebut misal pemilik sebelumnya adalah figur publik yang tersohor, jumlah produksi mobil untuk mengukur kelangkaan, serta reputasi jenama mobil tersebut.
Adakah jenama atau preferensi tertentu saat mengadopsi mobil?
HS: Sebelum banyak jenama Jepang masuk ke Indonesia, mobil Amerika Serikat dan Eropa mendominasi pasar. Bila mobil Amerika Serikat—seperti Chevrolet Bel Air dan Ford Thunderbird—mengutamakan performa, mobil Eropa— seperti Jaguar, Rolls-Royce, dan MG—memiliki detail yang elegan. Saya tidak bisa berkata mana yang lebih bagus karena perbandingannya memang tidak setara.
Pilihan mobil klasik di Indoneisa tidak terlalu banyak. Daripada selektif, saya berusaha terbuka dengan nilai tambah yang dimiliki sang mobil. Tak jarang saya mengadopsi mobil yang tampak tidak menarik karena ada kesalahan produksi, namun mobil tersebut hanya ada satu di Indonesia dan perlu Anda ketahui bahwa 'cacat' produksi justru membuat nilai sebuah mobil klasik kian mahal.
Seperti apakah profil koleksi mobil klasik Anda?
HS: Mobil-mobil klasik yang ada di Hauwke's Auto Gallery umumnya berasal dari era '40-an dan '50-an. Dahulu regulasi impor masih belum diberlakukan, sehingga diaspora Indonesia di Amerika dan belahan dunia lainnya bisa membawa pulang banyak mobil bebas biaya. Terdapat juga sejumlah mobil dari periode pra-perang yang saya dapatkan dari area-area agrikultur.
Ketika menjajah Indonesia, pihak Belanda akan memilih tempat yang bertanah subur, lalu melakukan gentrifikasi dengan membangun rel kereta, mengimpor mobil, dan sebagainya. Maka dari itu, perburuan mobil klasik saya kerap dilakukan di area-area dengan rel kereta api dan perkebunan cengkeh atau tebu, seperti Medan, Berastagi, dan Solo.
Ceritakan mobil klasik pertama Anda. Seperti apakah profil koleksi mobil klasik Anda?
HS: Mobil Austin 7 warna hijau yang saya beli ketika menikah di tahun 1980 adalah mobil pertama saya. Karena dana yang masih terbatas, saya sengaja beli mobil berharga terjangkau agar bisa saya otak-atik. Mobil tersebut saya beli dari seorang Pak Lurah yang tinggal di kaki Gunung Sumbing, Jawa Tengah. Karena nilai sentimentalnya, mobil tersebut masih saya simpan sebagai ornamen hingga sekarang.
Sebutkan mobil-mobil favorit dari koleksi Anda.
HS: Untuk level dasar, saya menyukai Jaguar dari Inggris, BMW dari Jerman, dan Chevrolet dari Amerika Serikat. Untuk level legendarisnya, saya memiliki beberapa mobil bekas Bung Karno. Di tahun 1987, tim saya memperoleh kepercayaan untuk merestorasi 23 mobil yang kemudian kita bagi-bagi kepemilikannya di antara anggota Perhimpungan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) dengan perjanjian tidak boleh jual ke luar negeri.
Awalnya saya hanya punya satu, tetapi beberapa teman yang anaknya tidak melanjutkan hobi ayahnya kemudian mempercayakan saya untuk memeliharanya. Kini, saya ada Chrysler Imperial, Lincoln Continental, Mercedes, Packard, ZIL, hingga Cadillac. Mobil Bung Karno rata-rata memiliki jarak tempuh di bawah 20.000 km dengan beberapa fitur khusus kepresidenan, seperti kaca bagian tengah untuk privasi dan berbagai dekorasi khas yang melambangkan Indonesia.
Bagaimana proses Anda dalam merestorasi mobil klasik?
HS: Setelah mengadopsi mobil, biasanya saya cari tahu dulu identitasnya. Kemudian, saya lepaskan segala elemen tambahan yang tidak ada pada versi aslinya. Ketika sudah terlihat orisinalitasnya dan semua onderdil yang diperlukan sudah lengkap, baru saya mulai merestorasinya. Terkadang saya malah membeli onderdil dulu karena itu menandakan bahwa mobilnya pasti ada.
Saya sudah hafal semuanya. Fomoco adalah suku cadang Ford, lalu Carter untuk mobil-mobil GM, termasuk Chevrolet dan Peugeot. Kemudian, Desoto untuk Chrysler. Di tahun ‘80-an saya masih harus menghubungi pejual onderdil lewat jaringan Teleks untuk mengirim dari luar negeri. Sejak mobil impor bisa masuk di Indonesia pada tahun 1995, onderdil mulai tersedia secara lokal. Sekarang bahkan semakin mudah dengan kehadiran internet.
Apa saja kegiatan puritan yang Anda lakukan di HAUWKE Auto Gallery maupun bersama PPMKI?
HS: Misi dari Hauwke's Auto Gallery adalah melestarikan sebanyak mungkin mobil klasik di Indonesia dan memperkenalkannya kepada masyarakat. Koleksi mobil yang ada di sini bukan sekadar dipajang, tetapi juga bisa disewakan untuk sesi foto pranikah dan syuting video klip maupun iklan. Di sini kami juga pernah mengadakan seminar mengenai restorasi mobil. Selain itu, kami juga menerima orang asing yang tengah perjalanan lintas darat—dari Australia, Austria, dan Jerman—untuk menggunakan kamar mandi, cuci baju, dan lain-lain.
PPMKI juga memiliki misi yang sama untuk melestarikan mobil klasik di Indonesia berdasarkan filosofi 'jangan konsumtif, mari produktif' yang dicanangkan Pak Solikin Gautama Purwanegara selaku pendirinya. Besama PPMKI, saya sudah berkendara mengelilingi 80% daratan Indonesia. Selama perjalan tersebut, biasanya kami bertemu dengan komunitas lokal dan berbagi edukasi seputar restorasi.
Apa saja kegiatan puritan yang Anda lakukan di HAUWKE Auto Gallery maupun bersama PPMKI?
HS: Misi dari Hauwke's Auto Gallery adalah melestarikan sebanyak mungkin mobil klasik di Indonesia dan memperkenalkannya kepada masyarakat. Koleksi mobil yang ada di sini bukan sekadar dipajang, tetapi juga bisa disewakan untuk sesi foto pranikah dan syuting video klip maupun iklan. Di sini kami juga pernah mengadakan seminar mengenai restorasi mobil. Selain itu, kami juga menerima orang asing yang tengah perjalanan lintas darat—dari Australia, Austria, dan Jerman—untuk menggunakan kamar mandi, cuci baju, dan lain-lain.
PPMKI juga memiliki misi yang sama untuk melestarikan mobil klasik di Indonesia berdasarkan filosofi 'jangan konsumtif, mari produktif' yang dicanangkan Pak Solikin Gautama Purwanegara selaku pendirinya. Besama PPMKI, saya sudah berkendara mengelilingi 80% daratan Indonesia. Selama perjalan tersebut, biasanya kami bertemu dengan komunitas lokal dan berbagi edukasi seputar restorasi.
Anda tengah dalam proses mengelilingi dunia menggunakan mobil klasik. Apakah motivasi di balik penjelajahan darat lintas benua ini?
HS: Saya adalah tipe orang yang selalu berencana. Dari dulu saya sudah tahu ketika selesai sekolah mau menjadi apa, pensiun dari kerja mau melakukan apa, hingga tempat peristirahatan terakhir pun telah saya siapkan. Maka, perjalanan darat lintas benua atau dikenal juga dengan sebutan overland telah menjadi bagian dari rencana pensiun saya sejak lama. Saya ingin bertemu dengan banyak orang di dunia ini sebagai bahan refleksi dan menemukan filosofi hidup sejati.
Sudah sejauh apakah perjalanan darat Anda untuk mengelilingi dunia?
HS: Penjelajahan pertama saya dimulai pada usia 59 tahun dengan mobil Land Cruiser biru tua. Di Sulawesi, saya bertemu dengan para pelancong ransel yang berbagi cerita tentang perjalanan darat.
Lalu saya menghubungi kerabat yang tinggal di Malaysia untuk merencanakannya. Dua rekan saya lainnya menyusul dan kami melanjutkan perjalanan ke Bangkok, Thailand, Laos, Brunei, dan Kamboja selama tiga bulan lamanya.
Setelah itu kami bertolak ke RRC dan terjebak di perbatasan karena tidak memiliki surat registrasi khusus. Akhirnya saya menumpang kerabat untuk masuk ke RRC via Mongolia. Selain Asia, saya pernah menelusuri negara-negara Eropa (Skandinavia, Nowegia, Maroko, Georgia), serta benua Amerika (Argentina, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Los Angeles).
Negara dan benua yang ada di daftar destinasi saya untuk empat tahun mendatang adalah Halifax, Alaska, Route 66, benua Afrika, India, Selandia Baru, Australia, Timor Leste, dan lain-lain.
Ceritakan pengalaman paling berkesan saat dalam perjalanan darat lintas benua Anda.
HS: Acap kali, saya dihadang oleh preman-preman di berbagai negara. Sebenarnya ini semua persoalan penawaran dan permintaan. Bila ditekan, kita harus memberikan sesuatu sebagai balasan.
Sebagaimana setiap negara memiliki perbedaan budaya, begitu juga dengan preman. Di Indonesia mungkin Anda dapat membentak mereka, tetapi jangan sekali-kali melakukannya di Brazil atau Anda akan ditembak.
Saya pun selalu membawa cinderamata khas Indonesia, seperti rokok, cerutu, maupun selendang batik dan memberikannya kepada para supir truk. Mereka memiliki Radio CB berfrekuensi 11 untuk memberi peringatan waspada dan memberi pertolongan kepada pengendara di area sekitar.
Intinya, kita harus pandai-pandai membaca situasi dan jangan arogan agar mendapatkan banyak bantuan.
Bagaimana Anda berkontribusi pada gaya hidup berkelanjutan selama melakukan perjalanan darat jarak jauh?
HS: Ketika berkendara, menurut saya, mobil baru akan mengikuti pengemudinya. Sebaliknya, pengemudi harus menuruti kesanggupan mobil klasiknya. Mogok adalah hal yang biasa dalam perjalanan darat. Selain itu, kehabisan kopling, bahkan rem blong pun sudah pernah saya lalui.
Yang paling penting adalah antisipasi yang bisa kita persiapkan sebelum perjalanan. Saya memiliki pengalaman tukar mesin dalam salah satu perjalanan darat. Tentu saja, saya tidak membawa cadangan mesin ke mana-mana.
Namun, saya memiliki banyak teman yang dapat saya mintai tolong untuk pinjam mesinnya sementara. Pada intinya, mengarungi perjalanan darat jarak jauh memerlukan kesabaran.
Adakah saran untuk menavigasi mobil untuk penjelajahan darat?
HS: Menurut saya, mobil baru akan mengikuti mengemudi. Sementara dengan mobil lawas, pengemudi harus menuruti maunya. Bila sudah tak bisa menanjak, koplingnya harus diganti untuk menghindari gas bobol.
Banyak anak muda yang tidak sanggup mengemudi mobil pra dan pasca perang. Seiring berjalannya waktu, muncul aliran baru bernama hot rod. Ialah mobil klasik yang ditenagai oleh mesin anyar. Namun saya pribadi kurang menyukai aliran tersebut karena terkesan artifisial.
Saya pun pernah menghadapi beberapa tantangan teknis. Tak sekadar kemogokan (menurut saya hal yang wajar), mobil saya pun pernah mengalami rem blong di Sumatra. Tetapi hal itu sudah saya antisipasi, jadi saya mengganti mesin dalam waktu empat jam sebelum melanjutkan perjalanan.
APA SAJA YANG DIBUTUHKAN UNTUK PENJELAHAN DARAT
- Surat Izin Mengemudi
- Registrasi Mobil — STNK dan BPKB
- Paspor Berkendara, Carnet de Passage en Douane
- Asuransi Kendaraan Bermotor
- Surat Impor dan Ekspor
- Rute Perjalanan