Dipublikasikan
04 Desember 2024
Penulis
Arinta Wirasto
Fotografi
Auryn Gautama/DERAI,
Dok. Agatha Carolina
PERSONA/SUDUT PANDANG
Edisi 01
Agatha Carolina dan Praktik Desain Multidisiplin
Desainer interior sekaligus arsitek ini berbagi pandangan seputar firma desain terintegrasi yang didirikannya, Bitte Design Studio
Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.
Dalam dunia desain, arsitektur dan interior sering dipandang sebagai dua disiplin terpisah. Tak jarang, pelaku kreatif yang baru memulai seringkali dilanda dilema untuk memilih salah satunya. Namun, Agatha Carolina beranggapan lain, "Mengapa memilih satu bila dapat melakukan keduanya?"
Hal ini mengantarkan Agatha pada gagasan untuk mendirikan sebuah firma desain terintegrasi bernama Bitte Design Studio, bersama Chrisye Octaviani dan Seno Widyantoro. Meski memiliki kemampuan untuk bersolo karier, Agatha meyakini bahwa kolaborasi dapat menciptakan sinergi dan dampak yang lebih besar.
Terbukti, dalam kurun waktu 12 tahun, Bitte telah menghasilkan berbagai desain yang menghiasi lanskap gaya hidup Indonesia. Saat melihat portofolio Bitte, kami sering bergumam "Ternyata mereka yang mendesain restoran ini atau gerai ritel itu!"
Bagaimana tidak? Di antara daftar klien jangka panjang Bitte adalah sejumlah grup gaya hidup paling berpengaruh di lanskap boga Indonesia, yaitu Ismaya Group, Biko Group, dan Union Group.
Selain itu, Bitte juga telah memenangkan berbagai penghargaan dalam dunia desain, termasuk Style Decor Magazine Awards (2016), HDII Award (2017) serta BCI Asia Interior Design Awards (2018 & 2019) dalam kategori gerai kuliner dan perhotelan.
Menurut Agatha, terdapat dua prinsip utama yang menjadi pendorong di balik kesuksesan Bitte: kolaborasi dan pendampingan mentor. Kolaborasi di sini tidak hanya terbatas pada kerja sama tim, tetapi juga mencakup hubungan yang harmonis dengan klien untuk menciptakan sinergi yang optimal dalam setiap proyek.
Wanita yang pernah bekerja di studio Andra Matin ini mengungkapkan bahwa salah satu pelajaran terpenting yang ia peroleh dari artistek ternama tersebut adalah pentingnya pendampingan mentor di antar desainer. Prinsip ini kemudian ia terapkan di Bitte, memastikan setiap anggota tim mendapatkan bimbingan dalam hal teknis, navigasi tantangan di lapangan, hingga kemampuan berinteraksi dengan klien dan pihak terkait lainnya.
Kini, Agatha melihat desain sebagai medium untuk menjawab tantangan zaman. Mulai dari keberlanjutan, hingga perkembangan inovasi. Pendekatan inilah yang membuat Bitte senantiasa relevan.
Tidak hanya sebagai penyedia jasa desain, tetapi juga pembentuk tren dalam lanskap gaya hidup Indonesia. Kepada KINTAKA, Agatha menuturkan persepsinya seputar desain multidisiplin.
Apa filosofi di balik nama Bitte?
AC: Saat mencari sebuah nama yang mudah diingat, saya teringat momen berpelesir ke Jerman dengan suami. Di sana, kami banyak berinteraksi dengan penduduk lokal. Lalu kata bitte—berarti tolong atau sama-sama dalam bahasa Jerman—menjadi familier di lidah kami. Menurut saya, kata ini adalah suatu gestur yang ramah dan cocok dengan tujuan Bitte untuk menjadi firma desain yang senantiasa menyambut klien dengan hangat.
Adakah material tertentu yang memiliki tempat istimewa dalam proses kreatif Anda?
AC: Beberapa klien yang saya temui berpendapat bahwa desain Bitte sangat berciri khas. Sesungguhnya, kami takjub karena para pelanggan bisa menyimpulkan hal tersebut!
Ternyata setelah diamati, kami memang gemar menggunakan material bernuansa alam. Eksplorasi kami pun umumnya berkisar pada rotan dan kayu yang dapat ditemukan pada aksen furnitur dan panel dinding di berbagai kreasi Bitte.
Manakah kaidah desain yang lebih penting bagi Anda, bentuk yang mengikuti fungsi atau sebaliknya?
AC: Sebagai penganut aliran modernisme yang terkenal simpel, saya selalu mengutamakan fungsi. Setelah kaidah tersebut terpenuhi, barulah kami mengalihkan fokus pada estetika. Bila Anda perhatikan, desain-desain Bitte memang tidak pernah terlalu eksentrik. Pasalnya kami perlu mengakomodasi permintaan komersil yang cenderung aman.
Bisakah Anda berbagi cerita tentang prinsip berkelanjutan dalam karya-karya Bitte?
AC: Beberapa klien yang saya temui berpendapat bahwa desain Bitte sangat berciri khas. Sesungguhnya, kami takjub karena para pelanggan bisa menyimpulkan hal tersebut!
Ternyata setelah diamati, kami memang gemar menggunakan material bernuansa alam. Eksplorasi kami pun umumnya berkisar pada rotan dan kayu yang dapat ditemukan pada aksen furnitur dan panel dinding di berbagai kreasi Bitte.
Seberapa penting peran karya-karya awal Bitte dalam membangun reputasi sebagai firma desain yang unggul di bidang gerai boga?
AC: Kami beruntung telah diberi kesempatan untuk mendesain interior Poke Sushi dan Magnum Cafe di awal karier Bitte. Apalagi, saat itu kami baru saja merampungkan studi arsitektur dan belum memiliki banyak portofolio interior.
Testimoni memuaskan yang kami dapat lantas mengantarkan kami ke berbagai peluang lainnya di bidang boga. Sungguh merupakan tonggak pencapaian bermakna dalam riwayat Bitte.
Benarkah Bitte lebih mengandalkan pemasaran mulut ke mulut ketimbang media sosial dan medium digital lainnya?
AC: Tentu saja saya pro media sosial sebagai platform yang memfasilitasi perkembangan banyak bisnis. Namun, saya lebih senang membangun reputasi dari testimoni klien-klien yang telah merasakan hasil kerja kami.
Kepercayaan dari para klien berujung pada umpan balik autentik bagi pelanggan lain yang mereka referensikan. Lain halnya dengan ulasan di media sosial yang cenderung hanya menyentuh permukaan.