Dipublikasikan

04 Desember 2024

Penulis

Erika Tania

Fotografi

Sébastien Agnetti/Rolex

CERITA/WAWASAN

Edisi 01

Rolex Awards for Enterprise: SukkhaCitta Padukan Gaya dengan Makna

Salah satu pemenang Rolex Awards for Enterprise, Denica Riadini-Flesch, berbicara dampak SukkhaCitta di bidang budaya, ekonomi, dan alam.

icon

Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.

Mengamati tumpukan pakaian di lemari sambil mencocokkannya dalam kepala sering kali menjadi langkah pertama kebanyakan orang sebelum beraktivitas. Namun, pernahkah terpikir sejauh apa perjalanan pakaian tersebut sebelum tiba di lemari Anda? Apa saja materialnya dan dari mana asalnya? Siapa yang membuatnya? Bagaimana proses pembuatannya? Apa dampak yang ditimbulkan dari produksi pakaian tersebut?

Berbagai pertanyaan itulah yang muncul di benak Denica Riadini-Flesch dalam kunjungannya ke sebuah desa kala ia masih bekerja sebagai ekonom pembangunan di World Bank. “Saya bertemu dengan seorang wanita perajin pakaian. Meski pakaian tradisional buatannya begitu indah, wanita ini tidak menghasilkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya,” cerita Denica di acara 2023 Rolex Awards for Enterprises pada bulan Maret lalu di Singapura.

"Kita tidak menyadari bahwa keberlangsungan hidup wanita ini—bahkan komunitas dan alam di sekitarnya—terkoneksi dan terdampak oleh keputusan kita dalam membeli pakaian. Kesadaran ini benar-benar mengguncang saya. Ternyata, selama ini saya adalah bagian dari masalah," ungkapnya. Pengalaman tersebut menginspirasi Denica untuk mendirikan SukkhaCitta, sebuah jenama pakaian etis dengan konsep farm-to-closet (dari ladang ke lemari), yang bertujuan menghubungkan kembali para pelanggan pada asal-usul dan dampak dari setiap pakaian mereka.

Selama delapan tahun berkiprah di industri mode dengan pelanggan di 32 negara, SukkhaCitta adalah satu dari sedikit jenama yang menunjukkan konsistensi dalam menjalankan misinya. Di tengah berbagai janji manis pemasaran yang kerap menyertakan embel-embel 'ramah lingkungan' atau 'etis', SukkhaCitta menitikberatkan pada regenerasi dan reparasi karena jenama ini paham betul bahwa keberlanjutan seharusnya bukan sekadar mengurangi dampak buruk semata.

Denica berbincang dengan Ibu Tun dan Ibu Dair
Denica Riadini-Flesch, pendiri dan CEO SukkhaCitta, berbincang dengan Ibu Tun dan Ibu Dair di sebuah ladang kapas di sekitaran Jawa Tengah, Indonesia
Perajin Benang Kapas
Seorang Ibu perajin sedang menyiapkan benang kapas untuk bordir

Dengan pengaruh nyata pada ekonomi, budaya, hingga alam, kinerja SukkhaCitta telah diakui oleh sejumlah sertifikasi nan prestisius. Pada tahun 2022, mereka menjadi perusahaan mode pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat dari B Corp, yaitu sertifikasi pihak ketiga dalam hal transparansi dan praktik bisnis terkait dampak sosial dan lingkungan di dunia.

Selain itu, SukkhaCitta juga merupakan jenama mode pertama dan satu-satunya yang mengemban sertifikat Ethically HandcraftedTM dari Nest, institusi artisan di bawah naungan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

BERKARYA DAN BERDAYA

Di sebagian besar praktik industri mode, terdapat terlalu banyak lapisan di antara perajin dan pembeli. Akibatnya, 99% perajin lokal kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun menghasilkan garmen berkualitas yang mencerminkan keterampilan turun-temurun bernilai tinggi, mereka hanya memperoleh kurang dari Rp30 ribu per hari.

Pendekatan berbeda diterapkan oleh SukkhaCitta. Untuk menentukan besaran upah, jenama ini mengumpulkan data dari komunitas desa tentang rata-rata pengeluaran rumah tangga dan mengukur waktu yang dibutuhkan perajin dalam menghasilkan sebuah garmen. Hasilnya? SukkhaCitta telah meningkatkan pendapatan 1,500 perajin hingga 60%, bahkan melebihi upah minimum yang diterapkan pemerintah di desa masing-masing.

"Perubahan sesungguhnya lebih dari sekadar data statistik. Tahun lalu, saya diberi tahu bahwa banyak anak berusia di atas 12 tahun di desa mereka yang tak mampu melanjutkan pendidikan formal. Maka, para Ibu menabung sebagian dari pendapatan mereka sebagai perajin SukkhaCitta selama satu tahun dan berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp45 juta-an untuk membangun sekolah baru," kisah pendiri dan CEO SukkhaCitta tersebut.

Terharu dengan inisiatif itu, Denica menyimpulkan, "Ketika wanita memiliki kekuatan ekonomi dan pendidikan, mereka tidak hanya memberdayakan diri sendiri, tetapi juga generasi masa depan. Pemberdayaan ini memberi dampak lebih besar daripada ekonomi semata, tetapi juga rasa bangga dan kepercayaan diri bahwa wanita juga dapat menjadi agen perubahan di komunitas mereka."

Ibu Sri dan Ibu Muntiani menyiapkan rendaman pewarna untuk garmen di salah satu sekolah kerajinan SukkhaCitta di Jawa Timur
Ibu Sri dan Ibu Muntiani menyiapkan rendaman pewarna untuk garmen di salah satu sekolah kerajinan SukkhaCitta di Jawa Timur

REVITALISASI BUDAYA DAN ALAM

Tekanan globalisasi dan komersialisasi membuat para petani dan perajin meninggalkan praktik tradisional yang ramah lingkungan, kemudian mulai menggunakan bahan kimia dalam proses produksinya. Hal ini menyebabkan penurunan kesehatan lahan dan hasil panen. Ketika lahan tak lagi produktif, hutan dibabat untuk membuka lahan baru yang merugikan ekosistem. Saat material alami tak lagi mencukupi, banyak produsen garmen beralih ke plastik yang kini mendominasi hingga 70% dari material pakaian di dunia.

"Sesungguhnya, kita mengenakan pakaian yang akan bertahan hingga 200 tahun, tetapi memperlakukannya seolah barang sekali pakai,” ujar wanita berusia 33 tahun ini. “Di sisi lain, saya menyaksikan para Ibu di pedesaan menggunakan bahan kimia berbahaya dalam proses kerajinan mereka, lalu membuang limbah ke sungai di mana anak-anak mereka bermain. Saya yakin ada pendekatan yang lebih baik. Inilah awal mula perjalanan kami menelusuri kembali praktik-praktik para nenek moyang menggunakan tanaman di Indonesia," jelas Denica.

Melalui riset dan percakapan dengan seorang wanita yang merupakan generasi terakhir petani kapas, Denica menemukan bahwa pertanian regeneratif adalah solusi untuk memulihkan lahan. Berbekal kearifan dari neneknya, wanita tersebut mengkultivasi kapas secara natural dengan menanam banyak tumbuhan spesifik lain di sekelilingnya yang berperan sebagai penyubur dan perlindungan hama tanpa bahan kimia. Setelah dua tahun, hasil panen kapas meningkat enam kali lipat dan SukkhaCitta kini telah berhasil merestorasi 30 hektar lahan tandus.

Ibu Kasmini mengoleskan kunyit pada biji kapas sebelum ditanam untuk menghasilkan kapas berwarna cokelat di perkebunan Jawa Timur
Ibu Kasmini mengoleskan kunyit pada biji kapas sebelum ditanam untuk menghasilkan kapas berwarna cokelat di perkebunan Jawa Timur

Kerajinan Indonesia juga sangat berakar pada kultur antar-generasi. Dalam hal pewarnaan pakaian, SukkhaCitta juga menelusuri kembali jejak leluhur Indonesia untuk mengadaptasi teknik pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Melalui riset tambahan, jenama ini telah berhasil mencapai ragam warna estetik yang tahan lama. Tanpa melibatkan bahan kimia sama sekali, SukkhaCitta berhasil menghindarkan lebih dari 3 juta liter pewarna beracun tercemar ke sungai-sungai di Indonesia.

Selain revitalisasi, SukkhaCitta juga memberi perhatian lebih pada proses daur ulang. Dengan cermat, jenama ini memanfaatkan limbah mutiara menjadi kancing, poliester daur ulang sebagai benang, serta sisa material dari pabrik pakaian untuk membuat pola unik. Bahkan, sisa material terkecil diolah menjadi bubuk yang kemudian digunakan sebagai label pakaian. Senantiasa menghormati alam, SukkhaCitta memproduksi dan merilis karyanya berdasarkan hasil dan siklus panen, menghasilkan busana lintas musim yang sepenuhnya selaras dengan alam.

MISI BELUM BERAKHIR

Sebagai salah satu penerima penghargaan 2023 Rolex Awards for Enterprises yang menganugerahinya dengan dukungan dana dan koneksi internasional, SukkhaCitta sangat antusias dalam memperluas dampaknya. Melalui pembangunan lebih banyak lagi Rumah SukkhaCitta (sekolah kerajinan tekstil pertama di Indonesia) dan mendigitalkan kurikulumnya dalam aplikasi ponsel berbahasa lokal, Denica bertujuan menjangkau lebih banyak orang dan melahirkan generasi perajin baru berbasis tradisi Indonesia.

"Di Rumah SukkhaCitta, para perajin tak hanya menyempurnakan kemampuan mereka, tetapi juga memperoleh literasi finansial. Kami memberdayakan mereka untuk mengevaluasi secara akurat nilai dari hasil karya mereka. Di saat yang sama, kami juga menginkorporasikan teknik pewarnaan natural dalam kurikulum sebagai bagian dari komitmen kami terhadap lingkungan," cerita Denica yang memproyeksikan bahwa di tahun 2030 akan dapat membantu 10.000 orang dan meregenerasi 1.000 hektar tanah tandus.

Denica Riadini-Flesch
Rolex Awards for Enterprise Laureate, Denica Riadini-Flesch, mendirikan SukkhaCitta hanya bersama tiga wanita lainnya. Kini, sebuah tim yang terdiri dari 15 koordinator bekerja dengan 450 perajin wanita yang berpendapatan 60% lebih tinggi daripada sebelumnya.

"Visi saya sesungguhnya adalah menciptakan model ekonomi baru yang bermula di sektor pertanian, sebuah model yang berinvestasi kembali pada komunitas lokal. Saya percaya bahwa cetakan biru ini dapat direplikasi dan dibuat skalanya pada berbagai industri dan negara berbeda," tutup Denica yang patut bersukacita atas segala pencapaiannya dalam mengubah berbagai tanda tanya di industri mode menjadi serangkaian aksi bertanda seru yang begitu lantang.

Fakta dan Angka di Balik Rolex Awards for Enterprise

  • Telah Dilaksanakan: Sebanyak 48 kali sejak tahun 1976.
  • Program Ini Telah Mengapresiasi: 160 individu luar biasa sebagai Rolex Awards Laureates dari 65 negara berbeda.
  • Dampak Signifikan pada Lingkungan:
    • 28 juta pohon telah ditanam.
    • 52 spesies yang terancam punah dan 32 ekosistem utama telah terproteksi.
    • Ratusan spesies baru telah ditemukan.
    • 53 ekspedisi ekstrem telah diselesaikan.
    • 49 teknologi inovatif telah dikembangkan untuk berbagai aplikasi.
Denica Riadini-Flesch dengan perajin batik di salah satu sekolah kerajinan Rumah SukkhaCitta. Tak hanya diajarkan teknik kerajinan tradisional, para perajin wanita juga dibekali kemampuan bisnis untuk memonetisasi karya mereka.
Denica Riadini-Flesch dengan perajin batik di salah satu sekolah kerajinan Rumah SukkhaCitta. Tak hanya diajarkan teknik kerajinan tradisional, para perajin wanita juga dibekali kemampuan bisnis untuk memonetisasi karya mereka.
Perajin batik seperti Ibu Srikanthi menggambar motif rumit pada kain dengan lilin panas, sehingga saat kain diwarnai, desain indahnya terlihat jelas.
Perajin batik seperti Ibu Srikanthi menggambar motif rumit pada kain dengan lilin panas, sehingga saat kain diwarnai, desain indahnya terlihat jelas.
advertisement