Dipublikasikan

04 Desember 2024

Penulis

Erika Tania

Fotografi

Reynaldo Tjandra/DERAI

Videografi

Raja Ibnu F./DERAI

CERITA/WAWASAN

Edisi 01

Kopi Indonesia: Melampaui Cangkir Menyapa Dunia

Memaknai kopi sebagai bahasa universal yang mencerminkan kultur dan menjadi komoditas yang menyatukan komunitas dari kacamata Mikael Jasin.

icon

Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.

Di Indonesia, kopi lebih dari sekadar minuman berkafeina—ia adalah bahasa universal yang mencerminkan kultur, menginspirasi kreativitas, dan menjadi komoditas yang menyatukan komunitas. Berkat kondisi alam yang ideal dan populasi yang luas, negara kita memiliki posisi unik sebagai produsen sekaligus konsumen kopi dalam skala besar. Menurut data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat periode 2022/2023, Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ke-3 di dunia, setelah Brazil dan Vietnam.

Ketinggian lahan dan iklim yang berbeda-beda, ditambah dengan kreativitas dalam pengolahan menciptakan keanekaragaman profil kopi yang menarik minat dan mampu memenuhi tingginya permintaan pasar global dan lokal. Portofolio ekspor kopi Indonesia telah menjangkau ragam negara lintas benua. Mulai dari Singapura, Jepang, Jerman, Italia, hingga Amerika Serikat. Sementara itu, berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Kopi dan Cokelat Indonesia tahun 2023, Indonesia memimpin pasar kopi modern di Asia Tenggara dengan sekitar 10.000 gerai kopi di seluruh penjuru Tanah Air.

Persaingan sehat yang tumbuh di antara para pebisnis kopi pun bertumpu pada keahlian barista masing-masing dalam meracik ramuan kopi yang cocok di lidah para pelanggan. Secara alami, untuk meningkatkan keahlian dan membangun reputasi, para barista mulai menunjukkan kemampuan mereka di berbagai kompetisi, baik lokal maupun internasional. Salah satunya adalah Mikael Jasin yang berhasil meraih gelar Juara Dunia Barista di ajang World Barista Championship 2024, sebuah prestasi yang menandai babak baru bagi industri kopi Indonesia.

Mikael Jasin meraih gelar Juara Dunia Barista di World Barista Championship 2024 di Busan, Korea Selatan, pada bulan Mei lalu
Mikael Jasin meraih gelar Juara Dunia Barista di World Barista Championship 2024 di Busan, Korea Selatan, pada bulan Mei lalu

KREATIVITAS KOPI ARTISAN

Diselenggarakan oleh Specialty Coffee Association di Korea Selatan pada 1-4 Mei lalu, World Barista Championship (WBC) 2024 diikuti oleh 53 barista dari 50 negara berbeda. Setelah berhasil lolos dari dua ronde penyisihan, Mikael menutup ronde ketiga sebagai Juara Dunia Barista dengan tiga racikan kopi yang merepresentasikan 'Mind' (Pikiran), 'Body' (Raga), dan 'Jiwa' dalam tema mindfulness—di mana Mikael mengajak para juri untuk bermeditasi guna mengelevasi pengalaman menikmati kopi dengan apresiasi yang lebih mendalam.

"Setelah memenangkan WBC 2024, saya ditelepon satu per satu oleh para Juara Dunia sebelumnya. Mereka menyambut saya ke dalam klub para juara," cerita pria yang telah 12 tahun menjadi barista ini. "Pesan yang paling berkesan dari mereka adalah bahwa sebagai Juara Dunia, gagasan saya kini akan lebih didengarkan, memberi saya peluang lebih besar untuk menjadi agen perubahan signifikan bagi isu-isu penting dan industri kopi Indonesia. Dua juara dunia sebelum saya, yang juga berasal dari negara produsen kopi, telah membuktikan dampak besar yang dapat dicapai," lanjutnya.

Daryanto Witarsa, Presiden Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) sekaligus Co-Founder Common Grounds, membenarkan, “Kemenangan Mikael sebagai Juara Dunia Barista tentunya menjadi teladan dan motivasi bagi barista lokal sekaligus membangun kepercayaan diri para pebisnis kopi bahwa kualitas kafe mereka mampu bersaing dengan negara-negara lain.” Layaknya tren busana lokal yang kerap mengikuti pekan mode luar negeri, kemenangan Mikael di ajang internasional diharapkan dapat mengedukasi lebih banyak pelaku industri Indonesia untuk mempelajari, memahami, dan mengadaptasi standar tinggi dari kopi artisan.

"Miskonsepsi terbesar mengenai kopi artisan berharga relatif mahal adalah anggapan bahwa pemilik bisnis mengambil margin keuntungan besar," ungkap Mikael yang mendirikan Omakafé, kedai kopi artisan premium berkonsep omakase. "Pada hakikatnya, kopi artisan mengedepankan mata rantai produksi yang transparan. Semua bahan berasal dari sumber yang jelas untuk memastikan setiap pihak memperoleh pendapatan layak. Prosesnya pun memperhatikan berkelanjutan dengan praktik ramah lingkungan. Jika dilakukan dengan benar, kopi artisan dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi ekosistem industri ini, dari hulu ke hilir," lanjutnya.

Secangkir kopi seduh berkarbonasi, Kamala Aramosa, buatan Mikael Jasin di Omakafé
Secangkir kopi seduh berkarbonasi, Kamala Aramosa, buatan Mikael Jasin di Omakafé
Kopi artisan di Omakafé dibuat dari bahan-bahan yang diperoleh melalui mata rantai transparan, sebagai bentuk komitmen Mikael terhadap keberlanjutan
Kopi artisan di Omakafé dibuat dari bahan-bahan yang diperoleh melalui mata rantai transparan, sebagai bentuk komitmen Mikael terhadap keberlanjutan

MEWUJUDKAN BERKELANJUTAN

Berbicara mengenai praktik ramah lingkungan, Mikael mengaku memiliki komitmen tinggi terhadap keberlanjutan yang tercermin pada sejumlah bisnis miliknya—Omakafé, Catur Coffee Company, So So Good Coffee Company, dan Berlian Biotech. Mulai dari memiliki mata rantai produksi yang transparan, upaya nyata dalam mengurangi jejak karbon, hingga memanfaatkan limbah kopi dan plastik sebagai material desain interior di dalam kafenya.

Selain itu, Mikael juga membuat standar tegas bagi para kolaborator yang ingin bekerja sama dengannya. “Terdapat klausa khusus berkelanjutan di setiap kontrak kerja sama saya dengan kolaborator lintas industri.

Cakupan dari klausa tersebut mewajibkan mereka untuk mempraktikkan berkelanjutan di bisnisnya, membeli kredit karbon, atau mendukung proyek reboisasi mitra kami, Bumiterra. "Dengan cara ini, saya dapat memastikan kesamaan visi dan bahwa kolaborasi kami pun memiliki dampak positif terhadap lingkungan," harap Mikael.

Mengingat data dari jurnal Science Advances yang dirilis pada tahun 2019, komitmen terhadap keberlanjutan terasa begitu esensial. "Lima tahun lalu diumumkan bahwa sekitar 60% tanaman kopi terancam punah dalam waktu 50 tahun ke depan. Dengan sisa waktu yang hanya 45 tahun ini, apakah upaya kita sudah cukup? Bila tidak ada perubahan dan perbaikan signifikan yang kita lakukan untuk memproteksi alam, akan banyak pelaku industri kopi yang kehilangan pekerjaannya," tegas Mikael.

Sebagai salah satu komoditas terbesar di dunia, terdapat semakin banyak regulasi berkaitan dengan praktik ramah lingkungan yang diwajibkan oleh negara importir. "Sosialisasi, peraturan, dan dukungan teknologi dari Pemerintah diperlukan untuk kesetaraan informasi dan standar yang jelas seputar berkelanjutan di industri kopi," ujar Mikael yang berharap dapat mempromosikan kesadaran terhadap isu lingkungan secara lebih signifikan melalui platform yang ia miliki sekarang.

Meja bar di Omafaké terbuat dari 20 kg tutup botol plastik dan 523,5 kg limbah ambas kopi
Meja bar di Omafaké terbuat dari 20 kg tutup botol plastik dan 523,5 kg limbah ambas kopi

ELEVASI KOMODITAS DAN KOMUNITAS

Gelar Juara Dunia Barista yang diraih Mikael nyatanya memiliki pengaruh langsung dan jangka panjang terhadap perdagangan kopi Indonesia. “Jika sebelumnya kami memprofilkan petani lokal untuk pemasaran ekspor, kini kehadiran Mikael dengan nilai tambah yang ia bawa mempermudah promosi kopi Indonesia kepada importir potensial. Ke depannya, tidak menutup kemungkinan kita dapat menjual kopi lokal dengan harga lebih tinggi berkat pencapaian ini,” harap Daryanto. Potensi menjanjikan tersebut tentu perlu didukung dengan peningkatan produktivitas dan kualitas oleh para pelaku industri kopi Indonesia.

Namun, di balik potensi besar ini, tantangan geografis dan skala pertanian menjadi hal yang perlu diperhatikan dengan serius. "Di negara-negara penghasil kopi lainnya, satu orang bisa mengelola lahan kopi seluas 6.000 hektar. Sementara di Indonesia, lahan yang dimiliki petani umumnya lebih kecil, sekitar 2 hektar per keluarga. Artinya, untuk meyakinkan atau mengedukasi petani agar mengadopsi teknologi atau standar tertentu, kita harus berhadapan dengan 3.000 keluarga untuk memiliki dampak yang sama. Jika mereka tidak teredukasi dengan baik, mereka akan terus menerapkan metode yang tidak efektif, merusak lingkungan, dan menghasilkan kualitas biasa saja," ungkap Mikael.

Menurut Mikael, potensi lain yang memerlukan perhatian adalah inovasi dalam pemrosesan biji kopi untuk menciptakan cita rasa yang lebih beragam. “Metode giling basah yang menjadi ciri khas kopi Indonesia cenderung menghasilkan profil rasa herbal dan beraroma tanah, yang secara global sering dianggap kurang premium. Akibatnya, kopi giling basah kita lebih sering digunakan sebagai bahan utama dalam kopi kemasan. Meski sangat laku di pasar internasional, saya percaya Indonesia juga mampu menciptakan profil rasa baru sesuai standar kopi artisan, sambil tetap menjaga keunikan rasa khas dari setiap wilayah,” sarannya

Melalui program Brewtherhood, Omakafé memilih dua profesional di bidang hospitality setiap bulannya untuk menikmati sajian kopi omakase mereka tanpa biaya
Melalui program Brewtherhood, Omakafé memilih dua profesional di bidang hospitality setiap bulannya untuk menikmati sajian kopi omakase mereka tanpa biaya

Pada akhirnya, penguatan dalam aspek pendidikan dan pendampingan bagi petani juga sangat vital. “Edukasi merupakan elemen esensial agar para petani Indonesia dapat berinovasi dan berkembang. Kami sudah melibatkan Kementerian Pertanian untuk mendukung pembaruan bibit-bibit pohon, bahkan Kementerian BUMN untuk membantu dari segi perbankan dan pengadaan pupuk. Kita berada di arah yang baik,” ujar Daryanto yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua II Project Management Officer (PMO) Kopi Nusantara besutan Erick Thohir.

Untuk mendukung berkelanjutan dan kualitas kopi Indonesia, regenerasi generasi muda adalah langkah penting guna menghadirkan inovasi baru. “Salah satu fokus saya adalah menggaet komunitas-komunitas kopi lokal dari golongan Milenial dan Gen Z untuk regenerasi anggota asosiasi kami. Dalam upaya memperoleh kepercayaan mereka, kami mengajak keterlibatan komunitas di kota-kota kecil dalam menjalankan acara-acara AKSI di bawah panduan kami. Berkat pendekatan ini, anggota asosiasi kami yang tadinya hanya 200 orang, kini melonjak hingga sekitar 1.500 orang,” tutur Daryanto.

Dalam perjalanan panjang kopi Indonesia, gelar Juara Dunia Barista yang diraih Mikael Jasin bukan sekadar prestasi pribadi, melainkan simbol dari potensi besar yang tersembunyi dalam setiap butir biji kopi Nusantara. Namun keberlanjutan industri ini menuntut lebih dari sekadar inovasi dan regenerasi; ia membutuhkan sinergi antara hubungan manusia dan alam, serta nilai tradisional dan standar global. Dengan kolaborasi yang terus berkembang, masa depan kopi Indonesia bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang bagaimana setiap tetesnya berkontribusi pada sebuah ekosistem yang lebih baik bagi lingkungan maupun generasi mendatang.

advertisement