Dipublikasikan

04 Desember 2024

Penulis

Dwi Lukita

Fotografi

Dok. Alvin T. dan HANDEP

Videografi

Aditya Wiradimadja

CERITA/WAWASAN

Edisi 01

Menganyam Cerita dan Warisan Dayak

alvinT dan HANDEP berkolaborasi untuk melahirkan sebuah koleksi dengan desain anyaman dan sarat filosofi mendalam

icon

Terburu-buru? Dapatkan ringkasan secara detail.

Ada ironi yang terselip di balik hiruk-pikuknya gaya hidup modern hari ini. Seiring dunia yang semakin cepat, kita menjadi rentan terjebak ilusi bahwa bertumbuh hanya berarti melangkah maju. Tidak jarang hal ini membuat kita lelah, merasa semua tidak ada esensi dan hidup hanya sekadar basa-basi. Padahal, pencarian akan makna justru seharusnya bukan diarahkan ke luar, melainkan ke dalam. Kembali ke tempat semuanya berasal.

Mari sejenak mengintip situasi yang terjadi di Kalimantan Tengah, tepatnya di jantung Gunung Purei. Anda dapat dengan mudah menemukan masyarakat Dayak Taboyan sedang tekun menganyam. Tentunya, mereka bukan sedang menjalani pelajaran kerajinan tangan, melainkan sesederhana menghidupi nilai-nilai kebudayaan.

Cukup bermodalkan keterampilan tangan dan rotan, setiap kreasi yang muncul menjadi penanda bagaimana kolaborasi alam dan manusia dapat menciptakan kemungkinan yang tidak terbatas. Barangkali ini adalah antitesis, terutama kepada mereka yang dijanjikan kebebasan oleh teknologi, tetapi malah terhanyut pada riuhnya rutinitas sehari-hari.

Proses menganyam tradisional rupanya adalah cara turun-temurun masyarakat Dayak untuk terkoneksi dengan alam
Proses menganyam tradisional rupanya adalah cara turun-temurun masyarakat Dayak untuk terkoneksi dengan alam (dok. Dodik Cahyendra/alvinT dan HANDEP)

Memahami filosofi menganyam ini tampaknya menjadi pesona tersendiri bagi alvinT, sebuah brand furnitur kontemporer yang dibentuk sejak 2006. Beruntung pula, perjalanannya mendalami filosofi menganyam didampingi oleh HANDEP, unit bisnis kerajinan tangan yang bertujuan menciptakan ekonomi berkelanjutan di desa Kalimantan. Kolaborasi keduanya melahirkan Ndare, diambil dari bahasa Dayak Ngaju yang berarti "menganyam".

Ndare kemudian tidak hanya menjadi koleksi furnitur belaka, tapi juga pengingat atas hubungan yang begitu kompleks; sekaligus intim; antara perajin, alam, dan budaya. Kehadirannya diharapkan dapat mengubah persepsi atas tradisi, yang sering dianggap sebagai 'masa lalu', nyatanya adalah jalan menuju 'masa depan'.

"Sebagai seniman atau desainer, kita punya tanggung jawab yang lebih dari sekadar menciptakan objek. Kita perlu memikirkan tentang dampak yang lebih luas, memastikan hasil karya kita mencerminkan esensi dan nilai-nilai sejati pada sebuah kebudayaan," tutur Alvin Tjitrowirjo, selaku Direktur Kreatif alvinT.

BERDAYA DAN MEMBERDAYAKAN

alvinT memang bukan jenama pertama yang mengintegrasikan kerajinan tradisional ke produknya dan kita berterima kasih untuk itu. Sama seperti karya seni lainnya, hal menarik dari Ndare tentu terletak pada kisah di baliknya.

"Ndare berupaya mewujudkan semangat perajin Dayak melalui kreasi mereka. Kami bertujuan menghormati sumber daya alam kita dengan menciptakan karya-karya yang selaras dengan tanah ini, tanah yang melahirkan rotan. Setiap anyaman menceritakan kisah tentang alam, tentang tangan para perajin dan kebudayaannya, yang lalu mengingatkan kita untuk menghargai dan melindungi tempat-tempat yang membentuk kita," pungkas Randi J. Miranda, CEO sekaligus pendiri HANDEP.

Koleksi Ndare diharapkan hadir sebagai kesempatan masyarakat Dayak untuk tetap berperan penting di industri desain modern
Koleksi Ndare diharapkan hadir sebagai kesempatan masyarakat Dayak untuk tetap berperan penting di industri desain modern (dok. Dodik Cahyendra/alvinT dan HANDEP)

Pernyataan Randi tersebut agaknya menjadi cerminan bagaimana Ndare juga berupaya membudidayakan tradisi dan masyarakat Dayak untuk menghadapi tantangan global. Sebab faktanya, banyak budaya kerajinan tradisional terancam punah lantaran kurangnya minat generasi muda untuk melanjutkannya.

Banyak yang merasa pekerjaan di kota "lebih terhormat", dan desa hanya sebagai tempat pelarian saja. Kita seringkali lupa, bahwa ada hubungan yang tak terpisahkan antara alam, para perajin, dan hutan. Kemunduran nasi

Alvin menanggapi situasi tersebut dengan visi dan langkah yang amat terukur. Sejak tahap pengembangan, berbagai sesi kolaboratif dengan para perajin lokal terus dilakukan, guna menemukan ruang inovasi sekaligus perhitungan kompensasi yang adil. alvinT dan HANDEP perlahan membangun kerangka kerja bagi para perajin, agar mereka bangga dan dapat mengambil bagian di industri desain modern.

Selain itu, setiap produk dalam koleksi ini dibuat menggunakan bahan-bahan alami rotan dan kayu solid dengan konsumsi energi yang minimal. Seluruh prosesnya pun sinergi dengan praktik berkelanjutan yang memang sudah merupakan tradisi masyarakat Dayak.

Aksi kolaborasi ini membuat setiap perajin bertanggung jawab memilih jenis dan usia rotan yang sesuai, serta memastikan proses pemanfaatannya berlangsung secara bertanggung jawab. Bahkan, pengetahuan masyarakat lokal memperkenalkan Ndare pada bahan pewarna alami untuk rotan, mulai dari daun-daunan lokal hingga kulit rambutan.

MERAJUT MASA DEPAN YANG BERKELANJUTAN

Koleksi Ndare meliputi fungsi-fungsi rumah seperti kursi makan, meja samping, sandaran kaki, lampu meja, lampu lantai, cermin berdiri, cermin cluster, dan cermin dinding. Hal ini selaras dengan DNA dan karya-karya alvinT sebelumnya, yang menggabungkan kekayaan budaya Indonesia dengan kerajinan tangan serta sensibilitas kontemporer.

"Kami pun bertujuan mengangkat industri rotan kita ke level yang lebih luas, serta mengadvokasi pengetahuan masyarakat adat dalam perkembangannya di masa mendatang," imbuh Alvin pada siaran persnya.

Sebelumnya, alvinT sendiri telah mencicipi panggung pameran-pameran internasional, seperti Milan Design Week, Stockholm Furniture Fair, Paris’s Maison et Objet, Tokyo’s Designart, dan NYC Design Week. Menarik melihat bagaimana alvinT, selama hampir dua dekade, setia dengan semangat memposisikan kembali serta mengintegrasikan nilai-nilai luhur dari kebudayaan Indonesia pada karya-karyanya di tengah dunia yang dianggap semakin homogen.

Sebagian besar perajin di Kalimantan sudah bisa menganyam sejak kecil, menggambarkan hubungan mereka dengan kebudayaan tradisional
Sebagian besar perajin di Kalimantan sudah bisa menganyam sejak kecil, menggambarkan hubungan mereka dengan kebudayaan tradisional (dok. Dodik Cahyendra/ AlvinT dan HANDEP)

Dalam sebuah wawancara, Alvin sempat mengenang bagaimana ia sendiri pun mendapat semacam “pencerahan” ketika memerhatikan warga lokal menjalankan hari-harinya. “Saya belajar tentang bagaimana masyarakat di sini sangat menghormati material yang dipakai. Misalnya dengan hanya mengambil bahan baku sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.”

Pria yang besar di Jakarta ini juga mendapat pengetahuan tentang tanaman-tanaman yang baru akan dibudidayakan di waktu-waktu tertentu. Sepertinya, bahkan sebelum nilai-nilai menganyam menyentuh masyarakat luas, mereka sudah teranyam dalam identitas alvinT itu sendiri, tercermin dari cara mereka menghargai kelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam dengan begitu bijaksana.

Koleksi Ndare yang berkarakter dan memancarkan autentisitas nilai-nilai budaya tradisional
Koleksi Ndare yang berkarakter dan memancarkan autentisitas nilai-nilai budaya tradisional (dok. Martin Westlake/alvinT dan HANDEP)
advertisement